Pengikut

sELamAt DatAnG






Selasa, 28 September 2010

Pelihara Aurat bukan sekadar menjaga

 
30. Katakanlah (Wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki Yang beriman supaya mereka menyekat pandangan mereka (daripada memandang Yang haram), dan memelihara kehormatan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka; Sesungguhnya Allah amat mendalam pengetahuannya tentang apa Yang mereka kerjakan.
31. dan Katakanlah kepada perempuan-perempuan Yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang Yang haram), dan memelihara kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali Yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya Dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak-anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi saudara-saudara mereka Yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara mereka Yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba mereka, atau orang gaji dari orang-orang lelaki Yang telah tua dan tidak berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak Yang belum mengerti lagi tentang aurat perempuan; dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan apa Yang tersembunyi dari perhiasan mereka; dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Wahai orang-orang Yang beriman, supaya kamu berjaya.


Halal dan haram Islam(الحلال والحرام في الاسلام)
Oleh:SyekhMuhammadYusufQardhawi
Alihbahasa:H.Mu'ammalHamidy
Penerbit: PT. Bina Ilmu, 1993

Aurat Perempuan
....kita tahu bahwa semua bagian tubuh yang tidak boleh dinampakkan, adalah aurat. Oleh karena itu dia harus menutupinya dan haram dibuka.
  • Aurat perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki lain atau perempuan yang tidak seagama, yaitu seluruh badannya, kecuali muka dan dua tapak tangan. Demikian menurut pendapat yang kami anggap lebih kuat. Karena dibolehkannya membuka kedua anggota tersebut --seperti kata ar-Razi-- adalah karena ada suatu kepentingan untuk bekerja, mengambil dan memberi. Oleh karena itu orang perempuan diperintah untuk menutupi anggota yang tidak harus dibuka dan diberi rukhsah untuk membuka anggota yang biasa terbuka dan mengharuskan dibuka, justru syariat Islam adalah suatu syariat yang toleran.
  • Ar-Razi selanjutnya berkata: "Oleh karena membuka muka dan kedua tapak tangan itu hampir suatu keharusan, maka tidak salah kalau para ulama juga bersepakat, bahwa kedua anggota tersebut bukan aurat."
  • Allah memerintahkan kepada perempuan-perempuan mu'minah hendaknya mereka itu memakai jilbab ketika keluar rumah, supaya berbeda dengan perempuan-perempuan kafir dan perempuan-perempuan lacur. Untuk itu pula Allah perintahkan kepada Nabi-Nya supaya menyampaikan pengumuman Allah ini kepada ummatnya; yang berbunyi sebagai berikut:
"Hai Nabi! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min semua hendaklah mereka menghulurkan jilbab-jilbab mereka atas (muka-muka) mereka. Yang demikian itu lebih mendekati mereka untuk dikenal supaya mereka tidak diganggu." (al-Ahzab: 59)
  • Jilbab, yaitu pakaian yang lebarnya semacam baju kurung untuk dipakai perempuan guna menutupi badannya.Sebagian perempuan jahiliah apabila keluar rumah, mereka menampakkan sebagian kecantikannya, misalnya dada, leher dan rambut, sehingga mereka ini diganggu oleh laki-laki fasik, kemudian turunlah ayat di atas yang memerintahkan kepada orang-orang perempuan mu'minah untuk menghulurkan jilbabnya itu sehingga sedikitpun bahagian-bahagian tubuhnya yang biasa membawa  kepada fitnah itu tidak kelihatan. Dengan demikian secara lahiriah mereka itu dikenal sebagai wanita yang terpelihara (afifah) yang tidak mungkin diganggu oleh orang-orang yang fasik atau orang-orang munafik.
Melindungi Wanita
  • Jadi jelasnya, bahwa ayat tersebut memberikan illah (alasan) perintahnya itu karena khuatir perempuan-perempuan muslimah itu diganggu oleh orang-orang fasik dan menjadi perhatian orang-orang yang suka mengganggu, sebab perempuan yang suka menampakkan perhiasannya, yang berjalan dengan penuh bergaya (in action) dan bicaranya dibuat-buat, sering membuat perhatian orang laki-laki dan membikin sasaran orang-orang.
Ini sejajar firman Allah yang mengatakan:
"Janganlah perempuan-perempuan itu berlaku lemah dengan perkataannya, sebab akan menaruh harapan orang yang dalam hatinya ada penyakit." (al-Ahzab: 32)

  • Islam memperkeras persoalan menutup aurat dan menjaga perempuan muslimah. Hanya sedikit sekali perempuan diberinya rukhsah (keringanan), misalnya perempuan-perempuan yang sudah tua.
Firman Allah:
"Dan perempuan-perempuan yang sudah putus haidhnya dan tidak ada harapan untuk kawin lagi, maka tidak berdosa baginya untuk melepas pakaiannya, asalkan tidak menampak-nampakkan perhiasannya. Tetapi kalau mereka menjaga diri akan lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui." (an-Nur: 60)


Al-Quran memberikan batas rukhsah ini dengan kata: tidak menampak-nampakkan perhiasannya, yakni tidak bermaksud menanggalkan pakaiannya itu untuk menunjuk-nunjukkan. Akan tetapi kelonggaran ini diberikan jika memang mereka itu memerlukan.
Berdasar rukhsah ini, maka kiranya yang lebih afdhal dan lebih baik hendaknya mereka tetap menjaga diri dengan selalu mengenakan pakaian-pakaian tersebut, untuk mencari kesempurnaan dan supaya terhindar dari segala syubhat. Karena itu Allah mengatakan dan kalau mereka itu menjaga diri adalah lebih baik bagi mereka.


Beberapa Hal yang Dapat Mengeluarkan Perempuan dari Batas Tabarruj
Yang mengeluarkan seorang perempuan muslimah dari batas tabarruj yang selanjutnya disebut kesopanan Islam, yaitu hendaknya dia dapat menepati hal-hal sebagai berikut:
  • Ghadh-dhul Bashar (menundukkan pandangan), sebab perhiasan perempuan yang termahal ialah malu, sedang bentuk malu yang lebih tegas ialah: menundukkan pandangan, seperti yang difirmankan Allah: "Katakanlah kepada orang-orang mu'min perempuan hendaklah mereka itu menundukkan sebagian pandangannya."
  • Tidak bergaul bebas sehingga terjadi persentuhan antara laki-laki dengan perempuan, seperti yang biasa terjadi di gedung-gedung membeli belah, ruangan-ruangan kuliah, Ipta/s, public tranports dan sebagainya di zaman kita sekarang ini. Sebab Ma'qil bin Yasar meriwayatkan, bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut:
"Sungguh kepala salah seorang di antara kamu ditusuk dengan jarum dari besi, lebih baik daripada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya." (Riwayat Thabarani, Baihaqi, dan rawi-rawinya Thabarani adalah dipercayai)
  

Pakaiannya harus selaras dengan tata kesopanan Islam. Sedang pakaian menurut tata kesopanan Islam, yaitu terdapatnya sifat-sifat sebagai berikut: 
  • Harus menutup semua badan, selain yang memang telah dikecualikan oleh al-Quran dalam firmannya iaitu muka dan dua tapak tangan.
  • Tidak tipis dan tidak membentuk badan sehingga tampak kulit. Sebab sesuai apa yang dikatakan Nabi:
"Sesungguhnya termasuk ahli neraka, yaitu perempuan-perempuan berpakaian tetapi telanjang, yang condong kepada maksiat dan menarik orang lain untuk berbuat maksiat. Mereka ini tidak akan masuk syurga dan tidak akan mencium baunya." (Riwayat Muslim)

Beberapa orang perempuan dari Bani Tamim masuk rumah Aisyah, dengan berpakaian yang sangat tipis, kemudian Aisyah berkata: "Kalau kamu sebagai orang mu'min, maka bukan ini macamnya pakaian orang-orang perempuan mu'min itu." (Riwayat Thabarani dan lain-lain). 

Ada pula seorang perempuan yang baru saja menjadi pengantin, dia memakai kudung yang sangat tipis sekali, maka kata Aisyah kepadanya: "Perempuan yang memakai kudung seperti ini berarti tidak beriman dengan surah an-Nur."

  • Tidak bermaksud untuk menarik perhatian orang laki-laki supaya mereka mengetahui apa yang disembunyikan baik dengan bau-bauan ataupun dengan bunyi-bunyian. Untuk itu Allah berfirman:
"Janganlah perempuan-perempuan itu memukul-mukulkan kakinya di tanah supaya diketahui apa yang mereka sembunyikan dari perhiasan mereka." (an-Nur: 31)
Perempuan-perempuan jahiliah dahulu kalau berjalan di hadapan laki-laki, mereka pukul-pukulkan kakinya supaya terdengar suara gelang kakinya. Untuk itu maka al-Quran melarangnya, karena hal tersebut dapat membangkitkan khayal laki-laki yang bergelora syahwatnya, dan cukup menunjukkan niat jahatnya perempuan-perempuan supaya diperhatikan oleh laki-laki. Yang sama dalam hal ini ialah perempuan yang suka memakai aneka macam wangi-wangian yang cukup dapat membangkitkan syahwat dan menarik perhatian laki-laki. 

Maka bersabdalah Nabi:
"Perempuan apabila memakai wangi-wangian, kemudian berjalan melalui suatu majlis (laki-laki), maka berarti dia itu begini -yakni: perempuan lacur." (Riwayat Abu Daud, Tarmizi dan ia berkata: hasan sahih. Yang semakna dengan ini diriwayatkan juga oleh Nasa'i, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan al-Hakim)

Kebenaran Keluar Rumah
Dari keterangan-keterangan di atas dapat kita ketahui, bahwa Islam tidak mengharuskan seorang perempuan muslimah(seperti yang biasa dituduh) selamanya dipenjara dalam rumah, tidak boleh keluar kecuali ke kubur (sampai mati). Tetapi Islam membolehkan seorang perempuan muslimah keluar rumah untuk pergi bersembahyang, mencari ilmu, melaksanakan keperluannya dan setiap tujuan agama atau duniawi yang dibenarkan, seperti yang biasa dilakukan oleh isteri-isteri sahabat dan berikutnya, padahal mereka itu sebaik-baik kurun (abad).

Di antara mereka ada yang keluar ikut dalam peperangan bersama Rasulullah, dengan para khulafa' dan panglima-panglima perang lainnya. Bahkan Rasulullah s.a.w. sendiri pernah berkata kepada salah seorang isterinya, yaitu Saudah sebagai berikut:
"Sungguh Allah telah mengizinkan kamu keluar rumah untuk urusan-urusanmu." (Riwayat Bukhari)
Dan sabdanya pula:
"Apabila salah seorang isterimu minta izin untuk pergi ke masjid, maka jangan halang-halangi dia." (Riwayat Bukhari)

Dan dalam hadisnya yang lain pula, ia bersabda:
"Jangan kamu halang-halangi hamba Allah yang perempuan itu untuk pergi ke masjid-masjid Allah." (Riwayat Muslim)

Sebagian ulama yang ekstrimis menganggap, bahwa perempuan samasekali tidak boleh melihat anggota laki-laki yang manapun. Mereka membawakan dalil hadis yang diriwayatkan oleh Nabhan bekas hamba Ummu Salamah, bahwa Rasulullah s.a.w. pernah berkata kepada Ummu Salamah dan Maimunah yang waktu itu Ibnu Ummi Maktum masuk ke rumahnya. Nabi bersabda: "pakailah tabir". Kemudian kedua isteri Nabi itu berkata: "Dia (Ibnu Ummi Maktum) itu buta!" Maka jawab Nabi: "Apakah kalau dia buta, kamu juga buta? Bukankah kamu berdua melihatnya?"
Tetapi dari kalangan ahli tahqiq (orang-orang yang ahli dalam penyelidikannya terhadap suatu hadis/pendapat) mengatakan: hadis ini tidak sah menurut ahli-ahli hadis, karena Nabhan yang meriwayatkan Hadis ini salah seorang yang perkataannya tidak dapat diterima.

Kalau ditakdirkan hadis ini sahih, adalah suatu sikap kerasnya Nabi kepada isteri-isterinya karena kemuliaan mereka, sebagaimana beliau bersikap keras dalam persoalan hijab. Seperti apa yang diisyaratkan oleh Abu Daud dan lain-lain:Dengan demikian tinggal satu hadis sahih yang berbunyi sebagai berikut:
"Rasulullah s.a.w. pernah menyuruh Fatimah binti Qais supaya menghabiskan iddahnya di rumah Ummu Syarik. Tetapi kemudian menyusuli perkataan: Dia (Ummu Syarik) adalah seorang perempuan yang disibukkan oleh urusan sahabat-sahabatku, justru itu beriddah sajalah kamu di rumah Ibnu Ummi Maktum karena dia itu seorang laki-laki buta, kamu lepas pakaianmu tetapi dia tidak melihatmu." (Tafsir Qurthubi, juz 1-2:228)

Secara kesimpulan dari kenyatan hujjah-hujjah Dr Yusuf Al-Qardhawi, yg telah sy edit sedikit dengan kesuaian pemahaman bahasa melayu kita,sy cuba dapatkan shortlist sebagai panduan ringkas kaum hawa khasnya dan kaum lelaki yg menjadi abang,suami,ayah,sepupu mahupun yg tiada pertalian darah.

1. Menutupi had aurat yang sudah ditetapkan.

Jumhur ulama bersepakat mengatakan aurat bagi wanita baligh ialah seluruh tubuhnya kecuali muka dan tapak tangan. Oleh itu, mereka wajib menutup aurat daripada dilihat oleh lelaki ajnabi (bukan mahram).

Allah berfirman yang bermaksud: "Dan hendaklah mereka (wanita) menutup belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka." (Surah al-Nur, ayat 31)

Firman Allah lagi yang bermaksud: "Wahai Nabi, suruhlah isteri-isterimu dan anak-anak perempuanmu serta perempuan yang beriman, supaya melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (ketika mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani." (Surah al-Ahzab, ayat 59).

Ayat itu Allah memerintahkan supaya Nabi Muhammad SAW menyuruh isteri Baginda
mengenakan pakaian yang menutup aurat. Suruhan itu juga ditujukan kepada semua wanita beriman.

2. Pakaian yang longgar.

Tujuan utama wanita diwajibkan menutup aurat ialah untuk mengelakkan daripada lelaki ajnabi melihat tubuh badannya dan mengelakkan daripada berlakunya fitnah. Oleh itu, pakaian yang ketat walaupun tebal sudah pasti akan menampakkan bentuk tubuh badan. Wanita yang memakai pakaian ketat walaupun menutupi seluruh tubuh masih belum memenuhi tuntutan
menutup aurat seperti dikehendaki syarak.

Syarat ini berdasarkan kepada kata Dahiyyah bin Khalifah al-Kalbi yang bermaksud:
"Rasulullah SAW didatangi dengan beberapa helai kain 'qubtiyyah' (sejenis kain yang nipis buatan Mesir), lalu Baginda berkata: "Bahagikan kain ini kepada dua, satu daripadanya dibuat baju dan bakinya berikan kepada isterimu." Apabila aku berpaling untuk beredar Baginda berkata: "Dan suruhlah isterimu meletakkan kain lain di bawahnya (supaya tidak nampak bentuk tubuhnya)."

Menurut Ibn Rusyd, 'qubtiyyah' ialah pakaian yang tebal tetapi melekat pada badan kerana ianya ketat dan menampakkan bentuk tubuh pemakainya. Oleh itu, Rasulullah SAW menyuruh Dahiyyah menyuruh isterinya melapik pakaian itu dengan kain lain supaya tidak menampakkan bentuk tubuhnya.

3. Pakaian yang tidak jarang.

Syarak menetapkan pakaian wanita mestilah tidak jarang sehingga menampakkan bentuk tubuh atau warna kulitnya. Aisyah meriwayatkan bahawa saudaranya, Asma, pernah masuk ke rumah Rasulullah SAW dengan berpakaian tipis sehingga nampak kulitnya. Rasulullah SAW berpaling dan mengatakan: "Hai Asma, sesungguhnya seorang perempuan bila sudah datang waktu haid, tidak patut diperlihatkan tubuhnya itu, melainkan ini dan ini sambil ia menunjuk muka dan kedua telapak tangannya."

Teguran Rasulullah SAW terhadap Asma jelas menunjukkan bahawa pakaian yang jarang tidak memenuhi syarat menutup aurat bagi wanita baligh.

4. Bukan pakaian yang menarik perhatian (pakaian syuhrah).

Apa yang dimaksudkan pakaian untuk bermegah ialah pakaian yang berlainan daripada pakaian orang lain sama ada dari segi warna, fesyen atau potongan sehinggakan menarik perhatian orang lain serta menimbulkan rasa bongkak pada pemakainya.

Ibn Umar meriwayatkan daripada Nabi SAW bahawa Baginda bersabda yang bermaksud:
"Barang siapa yang memakai pakaian bermegah-megah maka Allah Taala akan memakaikannya dengan pakaian yang serupa pada hari kiamat kelak kemudian ia akan dijilat api neraka."


5 Tidak Menyerupai pakaian lelaki atau org kafir


Pakaian yang menutup tubuh badan tidak dikira sebagai memenuhi ciri pakaian Islam jika menyerupai pakaian orang kafir. Ia berdasarkan hadis Rasulullah SAW seperti diriwayatkan Ibn Abbas: "Rasulullah melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai lelaki."

Larangan menyerupai pakaian orang bukan Islam ini atas alasan ia boleh menjatuhkan martabat Islam dan penganutnya.
 
 
6. Tiada unsur tabarruj
 
Tabarruj dalam bahasa mudah boleh diertikan sebagai bersolek. Ada juga yang mengatakan tabarruj ialah melepaskan tudung kepalanya tetapi tidak mengikat/mengetatka nnya, lalu terlihatlah rantai leher, anting-anting dan lehernya. Kesimpulannya tabarruj ialah memperlihatkan keelokan, kecantikannya yang sepatutnya wajib ditutup,
cara berpakaian atau perbuatan berhias secara berlebih-lebihan yang boleh menarik perhatian yg tidak mengikut garis panduan syariat.

Larangan ini berdasarkan kepada firman Allah yang bermaksud: "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku (tabarruj) seperti orang jahiliah dulu ." (Surah al-Ahzab, ayat 33)



Hadis Sahih Muslim Jilid 4. Hadis Nombor 2004.
Dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah saw. bersabda: "Ada dua macam penduduk neraka yang keduanya belum kelihatan olehku. (1) Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi. yang dipergunakannya untuk memukul orang. (2) Wanita-Wanita berpakaian, tetapi sama juga dengan bertelanjang (kerana pakaiannya terlalu mini, terlalu nipis atau tembus pandang, terlalu ketat atau pakaian yang merangsang pria kerana sebahagian auratnya terbuka), dan wanita-wanita yang mudah dirayu atau suka merayu, rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta. Wanita-wanita tersebut tidak dapat masuk syurga, bahkan tidak dapat mencium bau syurga. Padahal bau syurga dapat tercium dari jarak yang sangat jauh."
Ramai yang bertanya adakah hadis ini sabit dengan perempuan yang memakai tudung sanggul tinggi.Jawapannya ya benar, kerana sanggul yang tinggi jadi haram bila menarik perhatian,jika ia mendatangkan syahwat lelaki ajnabi yg memandang seperti tudung fesyen yang memerlukan sanggul kepala tinggi samada sanggul itu rambut asli atau sanggul palsu hukumnya sama. 

Perbuatan ini samalah dengan tabarruj memperlihatkan perhiasan&menarik perhatian kerana yang memandang dpt membayangkan banyaknya rambut/panjang si perempuan.Seelok rendahkan sanggulnnya.Sanggul biasa dibelakang tidak termasuk dalam hadis ini

Sememangnya terlalu banyak keterangan yang nyata dari dalil naqli(Quran&Sunnah) yang sama sekali tidak boleh dipinda seperti kenyataan mana2 badan NGO atau persendirian tentang  "hak peribadi dalam berpakaian" yang terang-terangan keluar dari landasan Quran & Sunnah. الله يهدي عليك semoga Allah memberi hidayah pd mereka

Semoga Allah memaafkan saya dengan kelemahan yang ada dalam artikel ini.  اللهم اغفرلي يا الله

credit:editorial majalah solusi,blogger Tinta Islam,several references i couldn't name it here.
بركا لله عليكم وخزاكم الله خيرا خزأ

Asal Perbuatan Baik Dan Jahat Kita

Hari-hari yg berlalu mesti ada sepalit dosa aku kotorkan dalam hati. Atau mungkin lebih dari sepalit. Bergantang,berbakul atau selaut sekali pun yang pasti sebagai manusia yang kerdil dimata Allah,dengan iman senipis kulit bawang memang aku tidak dapat lari dari perkara itu.BAik dosa besar atau sekecil2 dosa.


اللهم اغفرلي الذونوبي يا الله YaTuhanku ampuni dosa2Ku Ya Allah.

Pernahkah kita terfikir siapa yang menjadikan kita berbuat hal2 dosa ini. Kalau yang baik datangnya dari Allah,yang tidak baik itu dari Allah s.w.t juga ke???? Jadi persoalan pulak..

وَٱللَّهُ خَلَقَكُمۡ وَمَا تَعۡمَلُونَ
As-safat 96. "Padahal Allah Yang mencipta kamu dan benda-benda Yang kamu buat itu!"

Difahamkan dari ayat ini,hujah mengatakan segala perbuatan manusia termasuk tutur katanya adalah daripada Allah jua. Dan lagi hujah mengatakan setiap yang berlaku itu adalah ciptaan Allah melalui surah dibawah


بَدِيعُ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ‌ۖ أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ ۥ وَلَدٌ۬ وَلَمۡ تَكُن لَّهُ ۥ صَـٰحِبَةٌ۬‌ۖ وَخَلَقَ كُلَّ شَىۡءٍ۬‌ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيمٌ۬
Al-an'am:101. (Dia lah) Yang menciptakan langit dan bumi. Bagaimanakah ia mempunyai anak sedang ia tidak mempunyai isteri? ia pula Yang menciptakan tiap-tiap sesuatu, dan Dia lah Yang Maha mengetahui akan segala-galanya.

Maka disini lah dia kita sebagai manusia kena memahami dengan baik asal perbuatan baik atau jahat itu jua adalah diatas izin Allah, sebagai menjaga adab kita ini makhluk dan hamba kepada Allah Yang Memiliki sekelian alam serta isinya JANGAN sesekali mengaitkan perbatan munkar dan maksiat kita dengan Allah. Seperti diterangkan didalam Kitab Furu’ Al-Masail Wal Usul Al-wasail


“Sesungguhnya segala perbuatan hamba itu adalah makhluk bagi Allah kerana Allah itu bersifat WUJUD iaitu ada dan DIA yang mengadakan sesuatu(yang asalnya)daripada tiada”
“adapun segala perbuatan yang munkar,walaupun dianggap sebagai makhluk bagi Allah tetapi tidak seharusnya dikaitkan dengan Allah s.w.t. Demi menjaga perADABan, jangan sekali-kali mengatakan bahawa segaka yang keji dan munkar serta setiap yang kufur itu adalah kehendak Allah s.w.t atau dengan mengatakan bahwa Allah s.w.t yang menentukan segala-galanya


Kita ini dikurniakan tool yang tidak ternilai iaitu AKAL untuk memilih suatu yang baik atau buruk,suatu yang berguna atau tidak dalam meniti perjuangan kehidupan yang penuh dengan ujian KETAATAN kepadaNya. Gunakan akal memilih suatu yang boleh menyelamatkan dari bakaran api neraka dan yang ada kemaslahatan dari memilih suatu yang sifatnya seronok sementara sengsara dineraka.
Oleh yang demikian dalam memurnikan jiwa hamba kita dan menjadikan kita ada tempat disisi Allah s.w.t, sentiasalah meyakini amal munkar itu hasilnya dari diri kita yang enggan memilih landasan agama Allah. Kerana tertipu dengan indahnya dunia oleh nafsu yang buta dengan azab Allah.Memang benar

Hadis Sahih Bukhari Jilid 4. Hadis Nombor 1744.
Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. berkata: '"Neraka dilingkari oleh hal-hal yang menarik hawa nafsu, sedangkan syurga dilingkari hal-hal yang tidak disenangi."
 
Wallahu’alam 

نور غزنان بن مزلن



Rujukan
فروع المسأل واصول الوسأل-bahagian persoalan iman bab1
 صحيح البخري

Ahad, 26 September 2010

Cintaku abadi....hanya padaMu


Cinta itu indah,suatu perkara yg tidak tergambar pada bahasa. Lahirnya membuah bahagia kerana itu lah hakikat sebuah cinta. Cinta pada Allah,pada rasulullah. Tapi manusia seakan terlupa dengan hakikat cinta yang sebenar. Mereka menjaja disana sini cinta keksih yg hanyut kerinduan,cinta yg konon boleh menjadi racun bila tak kesampaian,adalah sibijak sastera pula memberi falsafag "cinta itu membunuh".

Allah jadikan segala pelusuk alam dgn isinya(makhluk&malaikat) dgn Rahmatnya yg Maha Agung,dengan kasih dan sayang yg tiada mampu kita membalas melainkan dengan taat setia menyerah 'cinta' itu pada yg berhak.
Tapi mengapa masih ramai lagi mengejar cinta palsu dengan makhluk tanpa bertunjang Cinta Allah.

Adkah kebahagian itu terletak pada cinta makhluk semata?
atau cinta makhluk itu sendiri tersangat bergantung pada Cintanya kita pada Sang Pcinta yg Agung itu sendiri?



Mahabbah
Album : Mahabbah
Munsyid : Rabbani
http://liriknasyid.com


Cinta menuju jalan Illahi
Cinta haqiqi yang amat suci
Tenang terasa...rindu padaNya
Bila mendapat siraman hidayah

Lisan bertasbih...berzikir dengan ma'arifah
Taubat menyusul memohon maaf padaNya
Menyesali...menyesal...menyesal
atas dosa-dosa

Jiwa insani hidup bernadi
Tulus sejernih embun syurgawi
Saat melakar cinta sejati
Allah disembah sering diingati

Rela diuji asalkan kasih bersemi
Biarlah derita pengubat kasih sayangNya
Itulah...Tajalli...cintakan Allah
Mahabbah...Mahabbah...Mahabbatullah

Kesunyian jiwa...kegersangan iman...
Kehilangan bahagia...sesat di persimpangan
Pengajaran bayangan seksa dunia

Kembali...kembali...kembalilah...
pada Allah
Carilah...carilah...carilah...
CintaNya

Rela diuji asalkan kasih bersemi
Biarlah derita pengubat kasih sayangNya
Itulah...Tajalli...cintakan Allah
Kembali...kembali...kembalilah...pada Allah
Mahabbah...Mahabbah...Mahabbatullah



نور غزنان بن مزلن

Sabtu, 25 September 2010

MUHASABAH DIRI


MUHASABAH DIRI
Copy right from
>> http://www.facebook.com/#!/photo.php?pid=520038&id=100000192160531

Perjalanan hidup seorang muslim tidak selamanya berada diatas jalan kebaikan, tetapi kadangkala ada rambu-rambu yang dilanggar seperti menunda-nunda shalat, ghibah, dusta, iri hati, maksiat dan lainya. Oleh kerana itu, sebaiknya kita harus menyediakan waktu untuk muhasabah diri, mengkaji dan menilai diri kita, mencuba untuk bercermin agar noda dan dosa yang melekat dalam diri menjadi terlihat jelas dan kita boelh segera melakukan perbaikan.

Alangkah baiknya apabila kita selalu menilai apa yang telah kita lakukan dan juga melakukan persiapan untuk menggapai masa depan yang lebih baik, Perhatikan firman Allah SWT berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr [59]:18)
Ibnu Katsir menerangkan, yang dimaksud “hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)” adalah memerhati diri kalian sebelum nanti dihisab oleh Allah SWT, dan perhatikanlah amal soleh apa yang telah kau kerjakan untuk bekal akhir nanti.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda:” beruntunglah orang yang selalu sibuk dengan aibnya sendiri dan meninggalkan aib orang lain. (HR. Addailami)
Dari Syadad bin Aus r.a., dari Rasulullah SAW, bersabda: “Orang yang pandai adalah yang menghisab dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT”. (HR. Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’) Hadits ini menggambarkan pentingnya muhasabah dalam menjalani kehidupan di dunia ini.


Terdapat beberapa aspek yang perlu dimuhasabahi oleh setiap muslim, antara lain :

1. Yang pertama kali harus di muhasabah adalah aspek Ibadah, kerana ibadah merupakan tujuan utama kita diciptakan. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini: ”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Adz-Dzaariyaat [51]: 56)

2. Yang ke dua adalah aspek pekerjaan, usia & rezeki. Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi Muhammad SAW. bahwa beliau bersabda, ”Tidak akan bergerak tapak kaki ibnu Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang lima perkara; umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauh mana pengamalannya.” (HR. Tarmidzi)

3. Aspek yang tidak kalah penting untuk kita muhasabah adalah aspek kehidupan sosial, yakni hubungan kita dengan sesama manusia. Kerana hubungan kita dengan sesama manusia memegang peranan sangat penting. Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: Dari Abi Hurairah r.a, Nabi SAW bersabda: “Tahukah kamu siapa yang kerugian itu?“, mereka (sahabat) berkata: “Ya Rasulullah, orang yang kerugian menurut kami ialah orang yang tidak punya kesenangan dan wang“ (kemudian) Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya orang yang kerugian dari umatku ialah orang yang datang (pada hari kiamat) membawa pahala solat, zakat, puasa dan haji. Sedang (ia) pun datang (dengan membawa dosa) kerana memaki-maki orang, memukul orang, dan mengambil harta benda orang (hak–hak orang), maka kebaikan-kebaikan orang (yang menzalimi) itu diambil untuk diberikan kepada orang-orang yang terzalimi. Maka tatkala kebaikan orang (yang menzalimi) itu habis, sedang hutang (kezalimannya) belum terbayarkan, maka diambilkan kajahatan-kejahatan dari mereka (yang terzalimi) untuk di berikan kepadanya (yang menzalimi), kemudian ia (yang menzalimi) dilemparkankedalam neraka (HR. Muslim)


Manfaat muhasabah diri antara lain:

1. Mengidentifikasi aib-aib yang terdapat dalam diri kita. Siapapun yang selalu menilai dirinya, maka dia akan mengenal dan mengetahui kesalahan, kelemahan, cacat dan penyakit yang ada dalam dirinya. Setelah mengetahui keadaan dirinya, dia berusaha memperbaiki segala sesuatu dalam dirinya, mengobati penyakit jiwanya serta melakukan amal-amal soleh, memperbaiki kesalahan dan tidak mengulanginya lagi

2. Bersiap-siap untuk menyongsong akhirat nanti. Orang beriman meyakini bahwasanya dunia ini adalah bukan akhir dari segalanya, bukan akhir dari suatu kehidupan yang setelahnya tanpa ada pertanggung jawaban. Mereka meyakini dunia ini adalah fana’ tempat mengumpulkan bekal untuk akhirat nanti. Oleh kerana itu mereka selalu mengadakan muhasabah diri demi kejayaan hidup yang akan dihadapinya kelak. Perhatikan firman Allah SWT: “Dan Sesungguhnya hari Kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)” (QS, Adh Dhuha [93]: 4).

3. Melahirkan rasa malu terhadap Allah SWT. Malu sesuatu yang sangat penting, kerana ia termasuk dalam keimanan. Perhatikan hadits berikut ini: Rasulullah SAW melewati seorang ansar yang sedang menasehati saudaranya tentang rasa malu, maka Rasulullah bersabda: “ Biarkanlah ia memiliki rasa malu karena malu itu termasuk dalam keimanan” (HR. Bukhori dan Muslim). Bahkan lebih dari itu, dalam hadits lain dinyatakan: “Iman dan rasa malu merupakan pasangan dalam segala situasi dan keadaan. Bila rasa malu tidak ada, maka iman pun akan sirna” (HR. Al Hakim)

4. Orang yang muhasabah, akan selalu berusaha untuk memperbanyak amal kebaikan, ini dilakukan kerana ia menyedari, selama ini, ia telah mensia-siakan waktu dengan melakukan hal yang tidak bermanfaat. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam solatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (QS. Al Mu’minuun [23]: 1-3)

5. Orang yang muhasabah akan takut terhadap Allah SWT, takut berbuat dosa dan maksiat. Dengan takut kepada Allah SWT dapat dihasilkan sifat wara (berjaga-jaga), takwa dan mujahadah (optimalisasi), kita akan berjuang keras untuk mengoptimakan segala yang baik. Jadi takutnya kita kepada Allah SWT akan melahirkan perbuatan-perbuatan terpuji yang bisa mendekatkan kita kepada Allah SWT. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini: ”Dan barang siapa yang takut kepada Allah dan rasul-Nya, dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan” (QS. An-Nuur [24]:52). Ibnu Katsir berkata: “Orang yang takut kepada Allah maksudnya takut berdiri di hadapan-Nya dan takut hukuman-Nya, sehingga ia mampu menahan hawa nafsunya di dunia dan senantiasa kembali mentaati seruan-Nya.”
Dari Syadad bin Aus ra, dari Nabi Muhammad SAW, bahawa beaginda berkata, ‘Orang yang pandai adalah orang yang menghisab dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT. (Imam Turmudzi). Dan diriwayatkan dari Umar bin Khatab ra beliau berkata, ‘hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab dirinya di dunia. (Keterangan: – Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dalam Jami’nya, kitab Shifatul Qiyamah War Raqa’iq Wal Wara’ An Rasulillah SAW, bab Minhu, hadits no. 2383. – Diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah dalam Sunannya, Kitab Al-Zuhud, Bab Dzikrul Maut Wal Ist’dad Lahu, hadits no. 4250. – Diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnadnya, dalam Musnad Al-Syamiyin, hadits Syadad bin Aus, hadits no. 16501.)

Kehidupan kita di dunia ini, akan sangat menentukan kehidupan kita di akhirat kelak. Untuk itu marilah kita perbanyak melakukan muhasabah diri, kerana sebaik-baik manusia adalah yang selalu menilai dengan bermuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang telah ia lakukan.

Sabtu, 18 September 2010

Berkata yang baik atau diam


Daripada Abu Hurairah radiallahu anhu sesungguhnya rasulullah sallallahu alaihi wassalam telah bersabda :
"من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت"
Bermaksud : Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka katakanlah yang baik ataupun diam sahaja.(Riwayat sahihainin Bukhari & Muslim)

Hadis yang disepakati kesahihannya ini merupakan nas yang tegas bahawa tidak perlu berbicara kecuali dengan perkataan yang baik,yakni yang ada kemaslahatan(kebaikan) padanya. Bila diragui samada ada atau tidak kemaslahatan dalam memulakan bicara maka lebih baik diam.

Imam Syafie Rahimahullahuanhu mengatakan,"ketika seseorang hendak berbicara ,terlebih dahulu dia harus memikirkan apa yang akan dibicarakannya. Apabila ada kemaslahatan disana,maka dia akan berbicara dan apabila diragui adanya kemaslahatan disana,maka dia tidak berbicara sampai kemaslahatan tersebut nampak dengan jelas."
(Sumber/Al-Azkar,Almuntakhabah min Kalami Sayidil Abrar)

Dewasa ini segelintir muda mudi yang mula bangkit didalam kepayahan agama untuk subur dalam masyarakat yang parah dengan budaya hedonisme dan bermacam lagi budaya mula menampakkan kewujudan mereka. Samaada dari segi politik mahupun pandangan beragama yang mana mereka ini dikira sebagai minoriti dalam kehancuran akhlak majoriti remaja. Satu pemandangan yang positif yang boleh dikatakan jiwa-jiwa muda yang dahagakan ilmu agama dan cinta padanNya.

Walaubagaimanapun sahsiah seorang muslim atau muslimat itu tidak mungkin dapat dibentuk dengan sekadar menjadi follower atau ikut-ikut.Apa faedahnya kita mengikut@menyokong satu kebaikan tetapi melakukan kemunkaran dalam masa yang sama. Menghentam orang itu ini,mengutuk golongan tertentu dengan kata begitu dan begini dengan perkataan yang tidak sesuai.Sikap melabel atau memberi gelaran atau cacian atau menulis pendapat komentar di laman sesawang sosial dan sebagainya dengan unsur maki hamun dan kutukan yang tidak membina bukan la suatu perbuatan yang diajar oleh baginda Nabi Muhammad sallallahu alaihi wassalam. Allah s.w.t sendiri memuji akhlak baginda,dan menjadikannya sebagai qudwatun hasanah(teladan baik).

وإنك لعلى خلق عظيم
Dan bahawa sesungguhnya engkau mempunyai akhlak yang amat mulia.(Al-qalam:4)

لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة
Demi sesungguhnya, adalah bagi kamu pada diri Rasulullah itu contoh ikutan yang baik(Al-Ahzab:21)

Pendekatan dengan kata2 yang baik adalah lebih membawa kepada keredaan Allah dalam usaha menyampaikan kebenaran risalah agama. Disamping kita memperbanyakkan berdoa kepada golongan yang tidak mengikut landasan syariat semoga terbuka hatinya pada melaksanakan tuntutan agama. Komen-komen atau pendapat diluahkan dengan ilmu bukan dengan ayat yang tidak ada memberi impak positif. Kalau kita menghambur kata kesat mereka2 ini pun jadi benci pada golongan pencinta agama.Kebijaksanaan dalam berkata umpama mata pedang yang tajam yang mampu menghiris jiwa2 yang keras,umpama buluh perindu yang melunakkan hati,umpama silauan cahaya pada yang gelap menjadi terang.Oleh itu proses mendekati majoriti ini dalam kita masih minoriti perlukan usaha,sabar dan hikmah.Dan jika tiada kebaikan pada ucapan kita berdiam itu lebih baik.((nasihat khusus bg diri saya dan rakan2 dirahmati Allah amnya))

Secara kesimpulannya,tidak kisah samada bicara kita itu dengan teman,rakan,lawan atau sesiapa sahaja. Perkataan yang dipilih tidak mencarikkkan akhlak seorang muslim sebaliknya sebagai cermin al-hasil dari sahsiah diri yang menjadikan Muhammad sallallahu alaihi wassalam sabagai suri teladan. Sekalipun ingin meluahkan rasa marah atau membenci suatu perkara,hati-hati dalam berbicara kerana syaitan itu tidak pernah alpa......Semoga Allah memaafkan saya kerana kelemahan tulisan ini dan kedhaifan ilmu saya.

Wallahu a'lam..

نور غزنان بن مزلن

Jinak-Jinak Diri


Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang

Torikul Isti’nas(Jalan Untuk menjinakkan Diri)
1. Himpunkan anggota kamu jinakkan kepada akal kamu.
2. Jinakkan akal kamu kepada ilmu kamu.
3. Jinakkan ilmu kamu kepada ikhlas kamu.
4. Jinakkan ikhlas kamu kepada Sodiq(Benar)
5. Jinakkan Sodiq kamu kepada kehambaan kamu.
6. Jinakkan kehambaan kamu dan temui tuhan kamu.


Jinakkan anggota kita dan biar ia menurut akal berpandukan ilmu dalam menentu amal zahir dan batin kita agar tidak tunduk pada hawa nafsu jahat yang menjauhkan diri hamba dari Khaliq.

Akal dan ilmu yang digunakan mestilah terlaksana perbuatan yang sepatutnya mencari redha dan kasih Ar-Rahman, bukan dengan rasa takbur atau riya’ atau sum’ah. Maka semestinya ada keikhlasan yang sebenar benar(Sodiq) ikhlas. Ibnu Ataillah As-sakandari dalam ayat hikmah Al-Hikam menyatakan “barangsiapa yang merasakan dirinya tawaduk maka dia sebenarnya sudah menjadi takbur” contohnya tatkala kita berasa kita baik dari orang yang tidak menjaga solatnya maka sebenarnya kita adalah makhluk yang takbur dan jadi tiada nilai di sisi Allah Taala.Nauzubillah…

Apabila rasa ikhlas yang benar itu sudah terjaga maka menjadilah ia seorang hamba yang hina di depan tuhanNya dalam meraih kasih dan redha Allah yang Maha Mulia. Dengan sifat hamba inilah ia hanya bergantung harap tanpa memerlukan asbab lain untuk bertemu tuhanNya.

Berkata Rabiah Binti Ismail Al-Adawiyah dalam munajatnya “Wahai tuhanku,aku tidak menyembah Mu ketika beribadah kerana inginkan syurga Mu dan bukan kerana takut api neraka Mu,akan tetapi aku tahu kerana Engkau yang berhak aku beribadah maka aku sembah Mu”

قل يا عبادي الذين أسرفوا على أنفسهم لا تقنطوا من رحمة الله إن الله يغفر الذنوب جميعا إنه هو الغفور الرحيم
(Katakanlah (wahai Muhammad): “Wahai hamba-hambaKu yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri (dengan perbuatan-perbuatan maksiat), janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, kerana sesungguhnya Allah mengampunkan segala dosa; sesungguhnya Dia lah jua Yang Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani) Surah Az-Zumar 53

Memang sukar mendidik nafsu yang tidak pernah tahu akan azabnya siksa Allah. Terkadang rasa hampir putus asa,terkadang kecewa dengan usaha...tapi yakinlah dengan janji Allah.RahmatNya Maha luas mengatasi segalanya. Kuatkan hati,cekalkan jiwa dan tingkatkan amal. Moga-moga ada sedikit belas Allah kepada kita semua..
اللهم اختم لنا بحسن الخاتمة
ولاتختم علينا بسوء الخاتمة
-Ya Allah matikan kami dgn kematian yang hassan,dan jangan lah Kau matikan kami dengan mati dalam keburukan.

Wallhualam..
Rujukan//Al-Hikam//Pengajian dgn guru

Ruh kudus meronta-ronta
Meminta penawar bisa dunia
Si hina dalam kegelapan
Mencari rahsia dalam rahsia.

Jika kita masih menuntut,
Peliharalah ia darinya luput,
Jangan sampai ianya terbantut,
Menjadi rakan di alam takut.


نور غزنان بن مزلن

Panduan Mengenal Sumber Utama Ilmu Hadith


Panduan Mengenal Sumber
Utama Ilmu Hadith

Oleh : Ust Hj Zaharuddin Hj Abd Rahman
www.zaharuddin.net
Segala puji bagi Allah, tuhan sekalian alam, selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad SAW, para ahli keluarganya dan sahabatnya serta mereka yang menurutinya dengan kebenaran.

Penulisan ini ditulis khas untuk para pencinta ilmu hadith serta para pelajar ilmu Islam di peringkat permulaan dan pertengahan. Penulisan ini hanya menumpukan aspek sumber rujukan (kitab utama) dalam pengajian ilmu hadith dan tidak akan mengulas bab-bab hadith yang lain. Penulisan ini akan mendedahkan perkara berikut
1.Kitab-kitab utama dalam ilmu hadith.

2.Kitab-kitab utama dalam bidang ‘ulum hadith, maudu’at dll.

3.Kitab-kitab utama dalam ilmu rijal hadith.

Bagaimanapaun, penulisan ini tidak akan melengkapi keseluruhan kitab utama, bahkan ia cuma sebagai panduan kepada beberapa kitab yang muktamad dalam bidang hadith dan ilmu-ilmunya.


KITAB-KITAB UTAMA DALAM ILMU HADITH

1. Shohih al-Bukhari

- Ditulis oleh Imam al-Hafiz Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, lahir pada 13 Syawal tahun 194 H, wafat pada 256 H.

- Tergerak hati untuk mengumpulkan hadith2 shohih apabila mendengar kalam salah seorang gurunya iaitu Imam Ishak Rahawaih berkata “ Sekiranya kamu mengumpulkan sebuah kitab yang ringkas bagi hadith2 shohih dari Nabi SAW”
- Kitab beliau menduduki tangga teratas selepas al-Quran. Menurut Ibn Hajar al-asqolani dalam muqaddimah Fath al-Bari Shohih Bukhari mempunyai 7398 hadith dengan perulangan. Tanpa perulangan sebanyak 2602 hadith.

- Lebih utama daripada shohih Muslim kerana :

a) Imam Bukhari mensyaratkan setiap perawi yang mengambil dari perawi lain mesti berada dalam satu zaman dan mesti berjumpa sekurang-kurangnya sekali. Manakala Imam Muslim hanya mensyaratkan berada di satu zaman, tanpa syarat berjumpa.

b) Imam Bukhari lebih merupakan seorang yang faqih berbanding Imam Muslim.

c) Imam Bukhari tidak mengambil hadith dari Imam Muslim, manakala Muslim mengambil dari Bukhari.

d) Bukhari mengkaji perihal perawi.

e) Para perawi yang dikritik dalam sanad hadtih dalam shohih Bukhari hanya lebih kurang 80 orang sahaja. Manakala Muslim lebih kurang 160 orang. Dalam keadaan Bukhari mengambil Hadith dari guru2nya yang amat dikenalinya, kebanyakan guru2 nya telah dikritik sebagai dhoif, tetapi beilau lebih kenal akan guru2nya daripada para pengkritik.

f) Kurangnya pengkritik ke atas Bukhari dari sudut ‘syaz’ dan ‘illah’ berbanding Muslim. Bukhari sebanyak 78, manakala Muslim sebanyak 130.


- Kitab syarah dan ringkasan Shohih Bukhari terlampau banyak, hinggakan kitab syarahnya sahaja mencecah 82 buah ( Sila lihat Kasyf az-Zunun)

- Syarah Bukhari yang paling popular adalah :

a) I’lam as-Sunan, Imam al-Khattabi ( 386 H)

b) At-Tanqih, Imam Badr al-Deen al-Zarkasyi (794 H)

c) Fath al-Bari, Al-Hafiz Ibn Hajar al-asqolani (852 H)

d) Umdah al-Qari, Badr ad-din al-‘aini (855H)

e) At-Tawsyikh, Al-Hafiz Jalaluddin As-Suyuti (911H)

f) Irsyad al-Sari, Ahmad Bin Muhd al-Qastalani (923 H)


- Kitab khusus yang meneliti perawi2 di dalam shohih Bukhari :

a) Asma’ Rijal Shohih al-Bukhari, Ahmad Bin Muhd Al-Kalabazi (398 H)

b) At-Ta’dil wa at-Tajrih liman kharaja ‘anhu al-Bukhari, Al-Hafiz Sulaiman al-Baji (474 H)
2. Shohih Muslim

- Ditulis oleh Imam [[b]color=red]al-Hafiz Muslim Bin Hajjaj al-Qusyairy al-Nisaburi[/color] lahir 204 H, wafat 261 H. Menduduki tangga kedua selepas Shohih Bukhari atas sebab2 yang dinyatakan di atas. B

- Bagaimanapun, Shohih Muslim lebih terkehadapan dari shohih Bukhari dari sudut ilmu penulisan, seperti Muslim tidak banyak perulangan hadith, begitu juga isnad. Ia juga menggabungkan seluruh hadith berkaitan dalam satu bab, juga meletakkan jalan2 (turuq) yang diredhainya. Begitu juga meletakkan isnad dan lafaz yang berbeza, yang mana ia menjadikan lebih mudah bagi pengkaji berbanding Bukhari.

a. Hadith di dalamnya sebanyak 7275 dengan perulangan, sebanyak 4000 tanpa ulang.

b. Imam Muslim mempunyai kaedah tersendiri yang hebat dalam menringkaskan sanad menurut keadah matematik.

c. Kitab syarahnya mencecah 15 buah. Yang terpopular :

i. Al-Mu’lim bi fawaid Muslim, Imam Muhd Ali Al-Mazari al-Maliki (536)

ii. Ikmal al-Mu’allim bi fawaid Muslim, Al-Qadhi ‘Iyadh al-Maliki (544 H)

iii. Al-Minhaj Syarh Shohih Muslim, Imam an-Nawawi (676 H)

iv. Talkhis Shohih Muslim wa syarhuh, Ahmad Umar al-Qurtubi (656H) - kitab ikhtisor Muslim

v. Mukhtasor al-Hafiz Zaki ad-Din al-Munziri (656H)

d. Kitab yang meneliti rijal( perawi) dalam shohih Muslim:

i. Rijal Shohih al-Imam Muslim, Ahmad Ali Manjuyah ( 428 H)

ii. Rijal al-Bukhari wa Muslim, Al-Hafiz al-Dar Qutni (385 H)
3. Sunan An-Nasaie

- Imam al-Hafiz Ahmad Bin Syuaib al-Khurasani (215 H-303H).

- Ia menduduki tempat ketiga kerana merupakan sunan yang tersedikit mengandungi hadith Dhoif.( demikian menurut Dr Mustofa as-Siba’ie dalam kitabnya as-Sunnah wa makanatuha fi at-Tasyri’ al-Islami). Imam Suyuti pula menyatakan sunan ini adalah terbersih sanadnya dari empat sunan selepas shohihain. (lihat Zahr al-Ruba, 1/3, juga Syurut al-aimmah al-sittah, Al-Maqdisi, ms 12)

- Beliau menjelaskan perihal rawi dari sudut shohih, dan asoh, dhoif dan ad’af.

- Hadith dalam kitabnya terbahagi kepada 3 jenis:

a. Hadith yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim.

b. Hadith shohih di atas syarat Bukhari dan Muslim, tetapi tidak dikeluarkan oleh mereka berdua.
c. Hadith yang terpisah dari illat hadith, difahami oleh ahli ilmu.

- Kitab syarahnya :

a. Zahru al-Ruba ‘ala al-Mujtaba, Imam As-Suyuti (911 H)

b. Ihktisharnya dikarang oleh Imam as-Sandi (1138 H)
4. Sunan Abu Daud

- Oleh Imam al-Hafiz Sulaiman bin As’ath al-Sijistani 202 H- 275 H)

- Beliau mengeluarkan hadith dari kumpulan 500,000 hadith lalu memilih yang terbaik. Sunannya mencecah 4800 hadith.

- Beliau menghadkan sunannya kepada hadith ahkam, lalu merupakan kitab hadith pertama yang bersifat kumpulan hadith ahkam.

- Jika hadith dlm kitabnya terlampau wahan, beliau akan menjelaskannya, (Ibnu Solah menaqalkan kalam Abu Daud sendiri)

- Kitab beliau istimewa kerana menyebut masalah2 furu’. Cthnya dalam Bab al-Adab yang mempunyai 80 bab. Juga mengandungi perincian terhadap sunnah perbuatan, perkataan, taqrir dan sifat Nabi.

- Syarahnya oleh :

a. Imam Al-Khattabi ( 386 H), Ma’alim as-Sunan

b. Qutb ad-Din as-Syafie (752 H)

c. Al-Syeikh Shihabuddin Ar-Ramli al-Syafie (844 H)

d. Syaraf al-Haq Abadi, ‘Aun al-Ma’bud


- Ikhtisornya oleh :

a. Al-Hafiz al-Munziri ( 656 H)

b. Imam Ibn Qayyim (751 H)- beserta syarah.
5. Sunan at-Tirmidzi / al-Jami’ li Imam at-Tirmidzi

- Imam al-Hafiz Abu Isa Muhd Bin Isa at-Tirmidzi ( 209 H - 270 H)

- Sunannya disusun menurut bab feqh dan lainnya, terkandung hadith Shohih, Hasan dan Dhoif. Beserta penjelasan darjah (kekuatan) hadith.

- Ia merupakan kitab yang khusus dalam menyatakan Hadith2 bertaraf Hasan. Ini kerana beliaulah yang pertama mengkelaskan hadith sbg Hasan lalu menjadikan kitabnya sebagai sumber utama untuk tujuan itu.

- Kitab beliau ini tidak sunyi dari kritikan para ulama’ hadith, serta dianggap beliau ‘mutasahil’ dalam men’shohih’ dan meng’hasan’ serta mengambil hadith dari rijal dhu’afak (perawi dhoif) dan ‘Matruk’. Antara yang mengkritik ini adalah al-Imam al-Hafiz Shamsuddin az-Zahabi ( 748 H). Rujuk Mizan al-I’tidal krgn az-Zahabi.

- Hadith Hasan menurut Imam At-Tirmidzi adalah

a. Perawi dalam Isnadnya tidak dituduh ‘al-kizb’ ( pembohong).

b. Tidak ‘syaz’

c. Diriwayatkan lebih dari satu jalan. (lihat al-ilal al-Shoghir , Imam at-Timidzi, 5/658)

- Syarhnya oleh:

a. Abu Bakar Ibn al-‘arabi (543 H) ‘aridatul ahwazi.

b. Imam As-Suyuti as-Syafie (911 H)

c. Ibn Rejab al-Hanbali (795 H)

d. Abd Rahman al-Mubarakpuri al-Hindi ( 1353 H), Tuhfatul ahwazi.
6. Sunan Ibn Majah

- Oleh Imam al-Hafiz Yazid Bin Majah ( 207 H - 263 H),

- Mengandungi lebih kurang 4000 hadith.

- Ulama’ terdahulu hanya menjadikan usul utama hadith dalam 5 kitab yang disebut di atas, lalu ulama’ terkemudian meletakkan kitabnya di nombor 6 krn banyaknya manfaat dlm bidang feqh. Individu yang pertama meletakkannya di tangga ke 6 adalah, al-Hafiz Muhd Bin Tohir al-Maqdisi (507 H).

- Bagaimanapun terdapat ikhtilaf dalam meletakkan kitab hadith di tangga ke 6, ada yang memilih Muwatta’ Imam Malik, atau Sunan ad-Darimi. Ini adalah krn Ibn Majah terkenal mengeluarkan hadith dari perawi yang dituduh pembohong dan pencuri hadith.

- Syarahnya oleh:

a. Muhd Musa al-Damiri ( 808 H)

b. Imam as-Suyuti (911 H) , Misbah az-Zujajah ala sunan Ibn Majah. KITAB GABUNGAN KITAB-KITAB SUNAN, MUSNAD DAN LAIN-LAIN.

Dalam bab ini, berikut disertakan nama-nama kitab yang menggabungkan hadith2 dari pelbagai kitab, berserta manhajnya secara ringkas:

[1) Kitab yang menggabungkan Shohih Bukhari dan Muslim.

* Al-Jam'u Baina as-Shohihain, Al-Hafiz Abu Mas'ud al-Dimashqi(401 H)•
al-Jam'u Baina as-Shohihain, Al-Hafiz al-Humaidi al-andalusi (488 H). Kitab beliau tidak sekadar menggabungkan tetapi dengan membuat penambahan dan penyempurnaan tanpa terikat dgn lafaz dari Bukhari dan Muslim. Menyusun kitab beliau dengan kaedah bab2 berbanding dua kitab sebelumnya yang disusun secara musnad.
* Al-Jam'u Baina as-Shohihain, Al-Hafiz al-Burqani (425 H)
* Al-Jam'u Baina as-Shohihain, Al-Hafiz Abd Haq al-Azdi (581 H), Iltizam dgn lafaz mereka berdua, Imam Suyuti dalam Tadrib ar-Rawi menyatakan kitab ini amat penting, tetapi masih belum dicetak. Demikian menurut Dr Yusof al-Qaradhawi.
* Al-Lu’lu’ wa al-Marjan, Muhd Fuad abd Baqi
(2) Usaha menggabungkan lebih banyak kitab dalam satu kitab khas. Antara yang terutama:

* At-Tajrid li al-shahhah al-sittah, Al-Hafiz al-Ruzain al-Andalusi (535 H).
Beliau menggabungkan kitab Al-Shohihan, Sunan Abu Daud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-Nasaie dan al- Muwatta’ Imam Malik.

Kitab ini disusun dengan bab-bab dan tajuk-tajuk, ia disusun seperti yang dilakukan oleh al-Humaidi sebelumnya.

* Jami’ al-Usul fi ahadith al-Rasul, Al-Hafiz Imam Ibn Athir (606 H).

Mengandungi keenam2 kitab dalam al-Ruzain di atas. Bagaimanapun ia merujuk terus ke sumber asal dan bukan kitab al-Ruzain.

Ia menyusun menurut tajuk2 tetapi disusun dengan huruf2. seperti huruf ba’ , mengandungi hadith bab al-Bai’, al-Birr, al-Bunyan dan lain-lain.

Kitabnya mengandungi lebih 9523 hadith.

Bagi sesiapa yang ingin merujuk kitabnya, adalah terlebih baik utk membaca baba permulaan (Tamhid) yang ditulisnya.

Kitab ini telah diringkaskan oleh Az-Zubaydi (944 H) dlm kitab Taysir al-wusul Ila Jami’ al-Usul.

* Jami’ al-Masanid wa al-sunan, al-Hadi li Aqwam Sunan, Al-Hafiz Ibn Kathir Al-Syafie (774 H)

Beliau menggabungkan kitab sunan yang 6 ( seperti di atas) dan ditambah pula dengan empat buah Musnad yang popular iaitu : Musnad Ahmad, Musnad al-Bazzar, Musnad Abi Ya’la dan Mu’jam al-Tobrani al-Kabir.

Beliau menyusunnya dengan huruf Mu’jam. Yang menyebut nama sahabat menurut urutan huruf dan hadith2 yang diriwayatkan oleh sahabat tersebut.

* Majma’ az-Zawaid wa Manba’ al-Fawaid, Al-Hafiz Nuruddin Ibn Hajar al-Haithami Al-Syafie ( 807 H)

Menggabung sunan yang enam, dengan meletakkan Sunan Ibn Majah di tempat ke 6

Ditambah dengan Musnad Ahmad, Abi Ya’la, Al-Bazzar dan ketiga-tiga Mu’jam at-Tobrani.

Kitab ini istimewa kerana Ibn Hajar al-Haithami meletakkan darjah kekuatan Hadith samada Shohih, Hasan dan Dhoif.

Tidak diketahui jumlah hadith didalamnya. Kerana tidak dinomborkan.


* Jam’ul Fawaid min Jami’ al-Usul wa Majma’ az-Zawaid, al-Allamah Muhd Sulaiman al-Maghribi (1094 H).

Menggabung kedua-dua kitab © dan (d).

Hadith di dalamnya mencecah 10,121 hadith.

Al-Matolib al-‘Aliah bi Zawaid al-Masanid ath-Thamaniah, Al-Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqolani As-Syafie ( 852 H)

Memuatkan tambahan kepada kitab sunan yang enam dan musnad ahmad, dengan 8 buah musnad yang lain secara sepenuhnya iaitu : Musnad Abi Daud at-Tayalisi, Musnad al-Humaidi, Ibn Abi Umar, Musaddad, Ibn Muni’, Ibn Abi Syaibah, Abd Bin Hamid, Ibn Abi Usamah dan menambah Musnad Abi Ya’la.

Juga menambah dengan Musnad Ishak Rahawaih secara tidak sepenuhnya. Lebih kurang separuh.

Menyusun hadith2 di dalamnya menggunakan bab-bab.

Telah ditahqiq oleh Ulama’ Hadith India as-Syeikh Habib ar-Rahman al-a’zomi.

Hadithnya hanya mencecah 4702 sahaja. Malangnya Ibn Hajar tidak menerangkan hukum/darjat hadith.

* Ithaf as-Sadah bi zawaid al-Masanid al-‘asyarah, Al-Hafiz Syihabuddin al-Busairi ( 840 H)

Kitab ini ditulis pada zaman yang sama dgn kitab Ibn Hajar, Cuma Al-Busaoiri ada mengambil dari Ibn Hajar, Kedua-dua mereka berguru dgn Al-Hafiz al-Iraqi.

Kitab beliau banyak menyebut darjat hadith.

Kitab ini masih belum dicetak.


* Jam’ul Jawami’, Imam Al-Hafiz as-Suyuti (911 H)

dinamakan juga al-Jami’ al-Kabir, menggabungkan hampir 80 kitab dari kitab hadith. Mengandungi 2 jenis hadith :

Hadith2 Qawliyyah/ perkataan- disusun menurut huruf mu’jam.

Hadith2 Af’al / Perbuatan -disusun menurut musnad sahabat.

Bagaimanapun terdapat dalamnya banyak hadith munkar dan maudu’, ini menyebabkan cetakannya dihentikan.

Mengandungi lebih kurang 40,000 hadith.

* Kanzul ‘Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al, al-Allamah Al-Muhaddith ‘Alau al-Din al-muttaqi ( 975 H)

Menggabungkan al-Jami’ al-Shoghir Imam As-Suyuti.

Disusun menurut bab-bab feqh, menurut kaedah Jami’ al-Usul.

Mencecah hadithnya sebanyak 46 624 hadith. Bagaimanapun banyak perulangan dan bercampur-campur di antara shohih, dhoif, maqbul dan mardud.

* Al-Jami’ al-Azhar fi ahadith an-Nabi al-Anwar, al-allamah Abd Raouf al-Munawi (1031 H)

Terdapat dlmnya sebanyak 30,000 hadith.

Selepas menyebut hadith, biasanya dikuti dengan keterangan darjah Hadith.


Demikianlah, beberapa kitab utama dan gabungan kitab-kitab yang memuatkan matan-matan hadith serta sanadnya, beserta dengan beberapa kitab syarah.

Selepas mengetahui sumber2 tersebut di atas adalah sangat baik kiranya kita mengetahui kitab-kitab yang memuatkan hadith Dhoif dan Mawdu’.

Sebagai pengenalan ringkas, hadith Dhoif terbahagi kepada 10 jenis iaitu :

1. Al-Mursal 2. Al-Munqati’

3. Al-Mu’dhol 4. Al-Mudallas

5. Al-Mudhtarib 6. Al-Syaz

7. Al-Mungkar 8. Al-Mudraj

9. Al-Maqlub 10. Al-Mu’allal


Sebenarnya pembahagian dhoif adalah lebih banyak dari 10, sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafiz al-Iraqi (802 H), yang mana ia mencecah 42 pecahan. Bagaimanapun penulisan ini tidak akan memfokuskan kepada takrifan pecahan hadith2 dhoif di atas.

Dalam menentukan hadith kelemahan dan kekuatan hadith, ilmu yang mesti dipenuhi adalah ilmu dalam meneliti ‘illat’ atau ‘waham’ atau kesilapan pada matan hadith atau perawi atau sanad. Menurut Ibn Hajar al-‘asqolani ia merupakan ilmu yang sgt sukar ( Syrah nuhbah, Nuzhat an-Nazr, Ibn Hajar). Antara pakar ulama’ hadith dalam bidang mengenal illah pada sanad hadith ini adalah :

a. Syu’bah Bin Al-Hajjaj (160 H). Ibn Rejab menyatakan beliaulah individu terawal yang meluaskan perbincangan mengenai ilm al-jarh wa at-ta’di. Juga membicarakan persoalan bersambung sanad atau terputus.

b. Yahya Bin Said al-Qattan ( 198 H)

c. Imam Ahmad Bin Hanbal, beliau berguru dlm bidang ini antaranya dengan Yahya Bin Said al-Qattan

d. Ali Bin Al-Madini (234 H)- Beliau guru kepada Imam Bukhari.

e. Yahya Bin Ma’in

f. Abd Rahman bin Mahdi ( 198 H)

g. Imam Muhd Bin Ismail Al-Bukhari.

h. Imam Abu Isa at-Tirmidzi.

i. Abu Zur’ah

j. Ad- Dar Qutni (380 H)



Serta ramai lagi, antara kitab utama yang ditulis dalam bidang ini ;

1) al- ‘ilal al-waridah fi al-ahadith an-Nabawiyah, al-Hafiz Ad-Dar Qutni.

2) al-‘ilal, Abd Rahman Abi Hatim al-Razi (327 H)

3) Syarh ‘ilal at-Tirmidzi, Ibn Rejab al-Hanbali (795 H)


Sumber rujukan siri pertama:

1) ‘Ulum al-Hadith Muqaddimah Ibn Solah, al-Hafiz Ibn Solah (643 H).

2) Al-Ba’ith al-Hathith Syarh Ikhtisor ‘ulum al-Hadith Ibn Kathir, al-Syeikh Ahmad Muhammad Syakir

3) Alfiyatul Hadith, Al-Hafiz al-‘iraqi.

4) Al-Jami’ al-Azhar fi ahadith an-Nabi al-Anwar, al-allamah Abd Raouf al-Mannawi.

5) Al-Matolib al-‘Aliah bi Zawaid al-Masanid ath-Thamaniah, Al-Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqolani As-Syafie.

6) As-Sunnah wa makanatuha fi at-Tasri’ al-Islami, Dr Mustofa as-Siba’ie.

7) at-Tajrid li al-shihah al-sittah, Al-Hafiz al-Ruzain al-Andalusi.

8) At-Tamhid fi ‘ulum al-Hadith, Dr. Hammam Said.

9) At-Taqyid wa al-Idoh, Al-Hafiz al-Iraqi

10) Fath al-Mughis, Al-Hafiz as-Sakhawi.

11) Fath al-Bari, Ibn Hajar al-‘asqolani


12) Ithaf as-Sadah bi zawaid al-Masanid al-‘asyarah, Al-Hafiz Syihabuddin al-Busairi.

13) Jam’ul Fawaid min Jami’ al-Usul wa Majma’ az-Zawaid, al-Allamah Muhd Sulaiman al-Maghribi.

14) Jam’ul Jawami’, Imam Al-Hafiz Jalal ad- Din as-Suyuti.

15) Jami’ al-Masanid wa al-sunan, al-Hadi li Aqwam Sunan, Al-Hafiz Ibn Kathir Al-Syafie.

16) Jami’ al-Usul fi ahadith al-Rasul, Al-Hafiz Imam Ibn Athir.

17) Kanzul ‘Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al, al-Allamah Al-Muhaddith ‘Alau al-Din al-muttaqi.

18) Ma’rifah ‘Ulum al-Hadith, Muhd Bin Abdullah al-Hakim


19) Majma’ az-Zawaid wa Manba’ al-Fawaid, Al-Hafiz Nuruddin Ibn Hajar al-Haithami Al-Syafie.

20) Mausu’ah li al-hadith an-Nabawi, Dr Yusof al-Qaradhawi.

21) Mizan a-I’tidal, al-Hafiz az-Zahabi

22) Syarh Nuhbatul al-Fikr Al-Hafiz Ibn Hajar al-‘asqolani, Imam Ali Al-Qari.

23) Syurut al-Aimmah al-Sittah, al-Hafiz Al-Maqdisi.

24) Tarikh at-Turath al-‘arabi, Fuad Sazkin.

25) Zahru al-Ruba, Imam as-Suyuti. Jul 1 2002, 11:08 AM
Siri kedua
Setelah kita mengetahui kitab yang membicarakan 'ilal hadith, maka adalah terlebih baik untuk kita sedari bahawa ilmu dalam mengkelaskan hadith kepada taraf Dhoif, Hasan atau Shohih sangat berkait rapat dengan ilmu tersukar dalam bidang hadith dan juga yang terpenting iaitu ilmu Rijal atau ilmu mengenal perawi-perawi hadith. Ia juga dikenali sebagai ilmu al-Jarh wa at-ta'dil.

Sebelum mengemukakan kitab-kitab utama dalam bidang ini, elok bagi pembaca meneliti istilah yang digunakan dalam menghukum seseorang perawi. Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani telah membahagikan martabat perawi kepada 12 martabat, iaitu sebagai berikut :

MARTABAT PERTAMA : Para Sahabat, istilah sahabat menurut pemakaian ahli hadith adalah "Setiap Muslim yang bertemu Nabi SAW selepas kenabiannya dalam keadaan ia hidup dan ia mati dalam keimanan" ( Nuzhat al-Nazr, Ibn Hajar, ms 114, Takrif ini adalah yang tershohih dibina atas takrif dari Imam al-Bukhari, Imam Ahmad dll, Lihat Al-Isobah 1/11) . Takrif ini merangkumi syarat :

1. Muslim

2. Bertemu dengan Nabi SAW secara hidup.

3. Berlaku pertemuan dgn Nabi setelah Baginda menjadi Nabi.

4. Mati dalam keadaan Islam. Mereka yang murtad tidak dikira.

Syarat ini terpakai kepada lelaki, wanita, kanak-kanak dan orang tua. Mereka berada di tahap yang tertinggi dalam martabat perawi, Ijma' ulama' mengakui akan adil mereka. Al-Khatib al-Baghdadi menyatakan : "Adilnya para sahabat thabit serta diketahui dengan ta'dil dari Allah dan khabaran Allah tentang ke'adil'an mereka seBagaimana firman Allah dlm surah Al-Imran ayat 110, Surah al-Baqarah, ayat 143, Surah al-Fath ayat 18, Surah At-Tawbah ayat 100, Surah al-Anfal ayat 64." Semua ini membawa hukum qa'tie tentang adilnya mereka."

Antara kitab yang termasyhur menyebut tentang para sahabat adalah :

1. al-Isti'ab fi ma'rifat al-ashab, al-Hafiz Ibn Abd Barr al-Qurtubi (463 H). Ia disusun menurut huruf mu'jam.

2. Asadu al-Ghabat fi Makrifat al-Sahobat, Imam Ibn Athir (630 H), Mengumpulkan 7554 biografi sahabat. Disusun menurut huruf mu'jam. Bagaimanapun disebutkan bahawa ada yang terdapat di dalam kitabnya bukan dari kalangan sahabat. ( guru kami Prof . Dr Syeikh Ibarahim Al-Khalifa , Pakar Tafsir dari Univ AL-Azhar berkata sebutan betulnya adalah “Asadu al-Ghabat” )

3. Al-Isobah fi Tamyiz al-Sahobah, Al-Hafiz al-Imam Ibn Hajar al-'asqolani (852 H). Disusun menurut huruf mu'jam. Jumlah sahabat di dalam kitabnya mencecah 12,304 orang beserta biografi. Bagaimanapun juga terdapat yang bukan sahabat.

Jumlah Sahabat:

1. Imam as-Syafie menyebut jumlah muslimin ketika kewafatan Nabi seramai 60,000 orang. ( Lihat Ikhtisor 'Ulum al-Hadith)

2. Abu Zur'ah al-Razi menyebut : "Jumlah yang berada di Haji Wida' adalah seramai 40,000 orang, dan yang bersama Nabi semasa perang Tabuk seramai 70,000" ( Ikhtisor 'Ulum al-Hadith Ibn Kathir, (dgn syarah al-Baith al-Hathith- Syeikh Ahmad Syakir) ms 175, cet Dar al-Muayyid.)

Apapun, jumlah sahabat yang meriwayat hadith adalah terhad, Menurut al-Hafiz al-Hakim (sohib al-Mustadrak) iaitu sekitar 4000 orang sahaja, bagaimanapun al-Hafiz az-Zahabi menyatakan hanya lebih kurang 1500 orang dan tidak lebih dari 2000 orang.(Fath al-Mughis, al-Hafiz al-Iraqi, 3/124, cet 'alam al-Kutub) Perbincangan berkenaan jumlah ini dipendekkan dengan pandang yang dianggap palling tepat iaitu:

Senarai perawi dari kalangan sahabat yang disusun oleh al-Imam Ibn Jauzi hanya mencecah 1858 orang. Bagaimanapun di antara mereka ada yang tidak sah sbg perawi.

Di dalam Musnad Ahmad hanya terdapat lebih kurang 1565 orang rawi sahaja dari kalangan sahabat.

Justeru yang paling hampir dgn kebenaran adalah yang disebut oleh al-Hafiz az-Zahabi, demikian menurut Prof. Dr Akram Dhia al-Umari dlm tahqiq kitab Baqi Muhlid al-Qurtubi, ms 151.

Sahabat yang terbanyak meriwayat hadith seperti berikut (Lihat al-Baith al-Hatith ms 85):

1. Abu Hurairah ra : 5374 hadith.

2. Abdullah Bin Umar (Ibn Umar ra) : 2630 hadith.

3. Anas Bin Malik ra :2286 hadith.

4. A'isyah Umm al-Mukminin ra : 2210 hadith.

5. Abdullah Ibn 'Abbas (Ibn 'Abbas) ra : 1660 hadith.

6. Jabir Bin Abdullah ra : 1540 hadith.

7. Abu Sa'id al-Khudri ra : 1170 hadith.


MARTABAT KEDUA : Pujian dengan menggunakan ayat penguat seperti : awthaqu an-Naas, atau dengan perulangan secara lafaz spt : 'Thiqah Thiqah' , atau perulangan secara ma'na spt : 'thiqah hafidz'
MARTABAT KETIGA:
Kata pujian dengan sesuatu sifat tanpa perulangan spt : Thiqah, Mutqin, Thabat atau 'Adil.

MARTABAT KEEMPAT :Disebut dengan kata spt : “saduq”, “La baksa bih”, “Laisa bihi baksun” ( MARTABAT INI KURANG SEDIKIT DARI TIGA MARTABAT DI ATAS).

MARTABAT KELIMA :Disebut dengan kata spt : “Saduq sayyi’ al-Hifdz”, “Saduq yuhim” atau “lahu awham”, atau taghayyar biakharatin (biaahiratin) atau saduq yukhtik, begitu juga sesiap yang dituduh dengan apa jua bid'ah spt Syiah, Qadariyah, Jahmiyyah dll.

MARTABAT KEENAM :Iaitu sesiapa yang tidak meriwayat hadith kecuali sedikit, seta tidak thabit pada riwayatnya, maka disebut dgn : Maqbul atau layyin al-hadith.

MARTABAT KETUJUH :Diriwayat darinya lebih dari seorang tetapi ia tidak dipercayai atau tidak disebut apa2 tentangnya dari perawi yang mengambil darinya, maka tidak diketahui hal sebenarnya. Ia disebut dgn lafadz : Mastur, Majhul al-Hal.

MARTABAT KELAPAN : Mereka yang tidak mendapat kepercayaan dari ahli hadith serta terdapat yang mengatakannya sbg dhoif wp tidak diperincikan. Mereka ini disebut dgn lafadz 'Dhoif.


MARTABAT KESEMBILAN :Sesiapa yang hanya diriwayatkan darinya oleh seorg sahaja serta tidak dipercayai. Maka disebut Majhul.

MARTABAT KESEPULUH :
Sesiapa yang langsung tidak dipercayai, di dhoif kan dgn penjelasan. Mereka disebut Matruk, Matruk al-Hadith, Wahi al-Hadith atau saqit.


MARTABAT KESEBELAS :Mereka yang ditohmah dgn pembohongan. Iaitu al-kizb.

MARTABAT KEDUA BELAS :
Mereka yang digelar pembohong (al-kizb) atau pereka hadith (al-wad')

Begitulah 12 maratib perawi hadith menurut Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani dalam kitabnya Taqrib al-Tahzib iaitu di bahagian muqaddimah.

Menurut Al-'Allamah al-Muhaddith al-Syeikh Ahmad Muhd Syakir, kumpulan 1-3 adalah shohih di peringkat tertinggi (bidzatihi), martabat di nombor 4 adalah shohih peringkat kedua (hasan lidzatihi).

Bagaimanapun setelah ditahqiqkan pandangan tersebut maka secara ringkasnya. Martabat 1-6 berada di peringkat ta'dil. Manakala bermula dari 7 ia adalah peringkat 'jarh'( Dr. Walid Hasan al-'Aani, Manhaj ad-Dirasat al-Asanid wa al-Hukm 'alaiha, cet Dar an-Nafais, ms 37).

Manakala seseorang perawi tidak akan di 'ta'dil' kan kecuali memunyai 2 perkara :

1. Beragama daan amanah, iaitu seorg Muslim, baligh, beraqal, serta terpelihara dari sebab2 fasiq dan mencalar maruah.

2. Dhobid dan itqan, iaitu meriwayat hadith sBagaimana yang didengarinya : dhobid terbahagi 2 iaitu dhobid sodr (hafalan) atau dhobid kitab (dgn tulisan). ( Dr Hammam Said, Tamhid fi 'ulum al-hadith, ms 152)

Bagi men'jarh' seseorang rawi maka disyaratkan setelah menyatakan ia sbg matruk contohnya, DISYARATKAN DISUSULI PENJELASAN SEPERTI SELALU LUPA dll. Kitab-kitab utama yang mengandungi maklumat jarh dan ta'dil para perawi hadith adalah seperti berikut :

1. al-Jarh wa at-ta'dil, al-Imam Abi Hatim al-Razi (w 327 H)

2. al-Kamil fi dhu’afa, Al-Hafiz Ibn 'Adi (w ….)

3. Tahzib al-Kamal fi asma' ar-Rijal, al-Imam al-Mizzi (w 742 H)



Sebuah kitab khusus pada perawi-rawi kitab yang enam.

1. Tarikh al- Baghdad, al-Hafiz Ahmad Bin Ali al-Khatib.

2. Mizan al-I'tidal, Al-Imam Al-Hafiz Shamsuddin az-Zahabi (w 748 H).



Menggabungkan pendapat-pendapat imam sebelumnya serta ditambah dengan pandangannya secara peribadi terhadap seseorang perawi.

3. At-Takmil fi ma'rifat at-Thiqat wa dhu'afa' wa al-Majahil, Al-Hafiz Ibn Kathir (w 774 H) Gabungan antara Mizan al-I'tidal dan Tahzib al-Kamal. Beliau menyertakan juga tambahan-tambahan penting.

5. Tahzib al-Tahzib, Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani (852 H).

Beliau meringkaskan Tahzib al-Kamal serta membuat penambahan dan komentar yang penting.

6. Taqrib at-Tahzib, Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani (852 H), ringkasan kitab beliau sendiri.

7. Lisan al-Mizan fi naqd al-rijal, Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani (852 H), tambahan terhadap apa yang dinayatakan dlm kitab Mizan al-I'tidal. Dan ratusan lagi kitab yang mengandungi maklumt jarh dan ta'dil, bagaimanapun demkianlah antara kitab yang utama bagi rujukan para pembaca.

Dengan bantuan kitab-kitab ini, maka insyaAllah kita akan dapat mengetahui status hukum sesuatu hadith. Iaitu melalui penelitian terhadap para perawi.

Manakala bagi mereka yang agak kurang mempunyai masa untuk membuat penelitian tersebut, bolehlah merujuk kitab-kitab berikut bagi mengetahui hadith2 mawdu' dan dhoif. Antara kitab yang menyebut hadith mawdu' (hadith palsu serta rekaan) yang utama adalah :-

1. Al-Mawdu'at, Al-Imam al-Hafiz Jamal ad-Din Ibn al-Jawzi (597 H). Menggabungkan hadith2 mawdu' yang diambil dari kitab al-Kamil, Ibn 'adi, ad-Dhua'afak oleh Ibn Hibban, al-'Uqaiyli, abu al-Fath al-azdi, juga apa yang terdapat di dalam tafsir Ibn Mardawaih, ketiga 2 Mu'jam at-Tobrani, Ad-Darul Qutni, juga dari karangan Khatib al-Baghdadi, Ibn Nu'aim, Ibn Shahin, Tarikh al-Hakim.

Berkata Al-Hafiz al-Sakhawi: "Masih tertinggal banyak hadith mawdu' juga beliau merupakan orang yang mutasahil (beringan2) dalam menghukum hadith dalam kitab ini. Beliau juga telah membawa hadith-hadith shohih serta dhoif ke tahap mawdu'".

Berkata al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani : " Tasahul (sifat meringan-ringan dlm meletak hukum) ia juga tasahulnya al-Hakim menyebabkan ,menghilangkan manfaat dari kitab mereka berdua"( Muqaddimah al-Maqasid al-Hasanah, Al-Hafiz as-Sakhawi, oleh pentahqiq kitab).

Sehinggakan menurut ahli Hadith, Ibn Jawzi telah meletakkan hadith-hadith yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab Mawdu'aat oleh beliau.

2. Al-Laalik al-Masnu'ah fi al-ahadith al-Mawdu'ah, Al-Hafiz Jalaluddin al-Suyuti (911 H). Mengandungi banyak kandungan kitab al-Mawdu'at Ibn al-Jawzi serta tambahan2, juga membawakan kandungan dr Tarikh Ibn 'asakir, Ibn al-Najjar, Musnad Firdaus, al-Dailami, dll. Ia telah berperanan juga sebg pentahqiq tasahul Ibn Jawzi.

3. Tanzih as-Syari'ah al-Marfu'ah 'an al-akhbar as-Syani'ah al-Mawdu'ah, Al-Allamah al-Muhaddith Muhd Bin 'Iraq al-Kanani al-Syafie (963 H). Dianggap sbg kitab yang terlengkap, menggabungkan Ibn Jawzi dan al-Suyuti serta disusun menurut tertib keduanya. Ia juga dianggap sbg khulasah terhadap semua kitab mawdu'at, berserta tahqiq ilmi dan kajian yang lengkap. Dita'liq oleh Al-allamah al-Muhaddith Abdullah bin Muhd al-Ghumari bersama beberapa rakan2nya.

4. Al-Fawaid al-Majmu'ah, Abu Abdullah Muhd al-Syami al-Solihi (942 H).

5. Al-Habbat al-sunniat fi al-ahadith al-mawdu'at, al-Muhaddith Ali bin Sultan al-Qari (1014 H).

6. Al-Fawaid al-Majmu'ah, Al-Imam al-Qadhi Muhd bin Ali as-Syawkani (1250 H). Bagaimanapun terdapat dalamnya hadith2 shohih dan hasan. Beliau dianggap mutasyaddidin dalam hal mawdu'aat. Demikian dimaklumkan oleh Abd al-Hayy al-Laknowiyy.

7. Al-athar al-Marfu'ah fi al-ahadith al-Mawdu'ah, Abu al-Hasanat Abd al-Hayy al-Laknowiyy al-Hindi (1304 H).

8. Dhoif al-Jami' al-Shogir wa ziadatihi (al-Fath al-Kabir), dan juga Silsilah al-ahadith ad-dhoifah, Al-Allamah al-Muhaddith Muhd Nasiruddin al-Albani. Cetakan al-maktab al-Islami. Mengumpulkan lebih 30 kitab dari pelbagai ulama' mutaqaddimin dan mutakhirin. Bagaimanapun kitab ini dan kitab-kitab tulisan al-Albani mendapat kritikan hebat dari Hasan Saqqaf.

Sebenarnya terdapat banyak lagi kitab-kitab yang ditulis dlm mendedahkan perihal kedhoifan dan mawdu' hadith, bagaimanapun cukuplah sekdr menyebut yang lebih kerap menjadi rujukan ilmiah, iaitu sebagaimana yang termaktub di atas.

Adalah baik juga kiranya disebutnya beberapa buah kitab yang mashyur tetapi sebenarnya mengandungi banyak hadith-hadith mawdu' dari sumber israiliyyat. Ianya seperti berikut :

1. Kitab-kitab karangan al-Waqidi, spt Futuh as-Syam serta lainnya.

2. Tanwir al-Miqbas, Tafsir Ibn Abbas, diriwayatkan dari sumber yang tidak dipercayai dan pembohong iaitu al-Kalabi dan As-Suddi dan al-Muqatil. Demikian menurut Al-Imam as-Suyuti.

3. Qisosul al-Anbiak, al-Tha'labi.

4. Nuzhat al-Majalis, al-Sofuri

5. Ar-Rawd al-Faiq fi al-Mawaidz wa al-Raqaiq, Al-Harrifisyh. SBagaimana dimaklumkan oleh al-Bairuti. Dan lain-lain.



Sebagai akhirnya, disebutkan di sini beberapa kitab-kitab utama dalam 'ulum al-Hadith dan yang berkaitan dengannya :-

1. 'Ulum al-Hadith Muqaddimah Ibn Solah, al-Hafiz Ibn Solah (643 H).

2. Al-Ba'ith al-Hathith Syarh Ikhtisor 'ulum al-Hadith Ibn Kathir, al-Syeikh Ahmad Muhammad Syakir

3. Alfiyatul Hadith, Al-Hafiz al-'iraqi (860 H).

4. Al-Iqtirah, Al-Hafiz Ibn Daqiq al-'aid.

5. Al-Muqni', Ibn Mulaqqin.

6. Al-Nukat 'ala kitab Ibn Solah, Al-Hafiz Ibn Hajar (852 H)

7. Al-Tabshiroh wa al-Tazkirah, al-Hafiz al-Iraqi (860 H)

8. An-Nasikh wa al-Mansukh fi al-ahadith, Ibn Shahin (385 H).

9. An-Nihayah fi gharib al-Hadith wa al-athar, Al-Hafiz Ibn al-Athir (606 H).

10. As-Sunnah wa makanatuha fi at-Tasri' al-Islami, Dr Mustofa as-Siba'ie.

11. At-Tamhid fi 'ulum al-Hadith, Dr. Hammam Said.

12. At-Taqyid wa al-Idoh, Al-Hafiz al-Iraqi (860 H)

13. Fath al-Bari Syarh Shohih al-Bukhari, Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani.

14. Fath al-Mughis, Al-Hafiz as-Sakhawi (902 H).

15. Ikhtilaf al-Hadith, Al-Imam As-Syafie (204 H).

16. Ma'rifah 'Ulum al-Hadith, Muhd Bin Abdullah al-Hakim

17. Ma'rifat al-Sunan wa al-Athar, al-Imam al-Baihaqi al-Syafie (458 H)

18. Musykil al-Hadith wa bayanuh, Ibn Furak (406 H)

19. Nasbu al-Rayah, Al-Hafiz al-Zaila'ie (762 H)

20. Qawaid al-Tahdith min funun Mustolah al-Hadith, Al-Allamah Jamaluddin al-Qosimi (1332 H)

21. Syarh ma'ani al-Athar, al-Imam at-Tohawi al-Hanafi (321 H)

22. Syarh Nuhbatul al-Fikr Al-Hafiz Ibn Hajar al-'asqolani, Imam Ali Al-Qari (1014 H).

23. Syurut al-Aimmah al-Sittah, al-Hafiz Al-Maqdisi.

24. Tadrib al-Rawi, Al-Imam As-Suyuti (911 H).

25. Talkhis al-Khabir, al-Hafiz Ibn Hajar al-'Asqolani (852 H).

26. Tarikh at-Turath al-'arabi, Fuad Sazkin.

27. Tawjih al-Nazr Ila Usul al-Athar, Al-Jazairi ( 1332 H)

28. Zad al-Ma'ad, Al-Imam Ibn Al-Qayyim al-Hanbali (751 H).


Alhamdulillah, begitulah serba sedikit maklumat yang dapat didedahkan melalui penulisan ini, semoga ianya dapat memberikan manfaat kepada peminta ilmu-ilmu hadith serta para penuntut ilmu, terutamanya di peringkat permulaan dan pertengahan. Penulisan ini sudah tentunya tidak melengkapi sebahagian besar keperluan para pencinta ilmu hadith tetapi cukuplah bagi membuka ruang pertama dalam mengharungi ilmu Hadith yang cukup luas.

Sekiranaya ianya bertepatan dengan kebenaran maka datangnya dari Allah dan kiranya tersilap ianya dari kelemahan diri dan gangguan Syaitan.